animasi-bergerak-selamat-datang-0112

Minggu, 03 April 2016

  Sarangheyo X-Cool

Teriakan dan sorak kegirangan sudah tak terdengar lagi, berganti dengan hening yang membelenggu hati, membuat beberapa pasang mata terlihat memerah karena air mata yang terus mengalir. Begitu menyentuh di hati tepatnya di dasar hati yang terdalam saat Kim Ja Won rapper x-cool boy band asal korea selatan itu melantunkan lagu ciptaannya yang menjadi single solonya. Siapa yang tidak terhenyak mendengar lagu sedih yang dibawakan oleh manusia super tampan berambut klimis itu.
Kesedihan terbaca jelas dari musik sendu yang mengiringinya, yang aku ingin tahu apa mereka yang menangis itu tahu arti lagu ini? bukankah bahasanya korea tulen. Tapi tak perlu tahu artinya titihan air mata Kim ja won yang menyanyikannya menjadi sebab utama mereka para fans x-cool ikut menangis. Aku pun ikut menagis bahkan lebih sedih dari mereka yang terlihat betul-betul menghayati lagu itu, aku menyimpan kesedihanku tepat di hati yang paling dalam tak perlu air mata untuk menunjukkan kalau hati ini tersayat pisau dan duri yang tajam.
Kim ja won, kau benar-benar berhasil menyisakan tanda tanya besar di dalam lagu ini, lengkungan bibir ke atas selalu menjadi jawaban yang sama ketika kau ditanya mengenai pesan yang sebenarnya ingin kau sampaikan melalui lagu ini. Apa kau menciptakannya karena? ah.. aku suka menggelengkan kepalaku cepat ketika pertanyaan itu mulai terlintas, untuk kembali menjernihkan pikiranku. Aku melihat kedua kakiku sambil tersenyum, siapa yang ingin punya fans cacat sepertiku?
Michige mandeureo niga (kau membuatku gila kau). Wae jakku naegesoe domangchinayo (kenapa kau terus lari dariku?). Nal ulge mandeureo niga (kau membuatku menangis)
Wae jakku naegesoe meoreojinayo (kenapa kau terus semakin jauh dariku?). Eonjenga uri dashi mannaneun geunal (suatu hari ketika kita bertemu lagi). Geuttae uri he eoji jimayo (janganlah kita mengucapkan selamat tinggal). gaseumi haneun mal mianhe… mianhe…mianhe.. (kata yang hatiku katakan maafkan aku).
Aku sangat suka dengan lirik pada bagian reff itu, membuatku teringat dengan cerita yang ku miliki tiga tahun yang lalu. Meski lagu ini tak ada hubungannya dengan kejadian itu, namun karena kejadian tiga tahun lalu itu aku jadi sangat menyukai lagu-lagumu. Jakarta siang itu didera panas yang sangat ekstrim melebihi panas di hari biasanya. Aku berjalan sambil menikmati secuil demi secuil es krim cup yang ku beli demi melegakan tenggorokan yang seakan ikut mengering karena matahari.
Sekonyong-konyong seorang pemuda tinggi mengenakan jaket hitam dengan penutup kepala menabrakku dari arah depan, es krimku berhamburan melumer di seragam putih abu-abu yang ku kenakan, tak ada rasa marah atau dendam yang timbul aku berusaha membantunya berdiri dan memungutkan dompetnya yang terjatuh, lalu ia pun berlari dengan kecepatan super mungkin pikiranku salah tentang siapa yang menjadi biang kerok tabrakan itu ku kira aku yang kurang memperhatikan jalan tapi ternyata ia lebih tak memerhatikan lagi.
“Bla-bla-bla-bla..” hanya kata itu yang terdengar di telingaku saat kau yang menurutku sangat tampan itu nampak memakiku sambil menunjuk tajam ke arahku. Aku bingung apa yang sebenarnya telah ku lakukan padamu? begitu muncul dengan kaki tanpa alas langsung marah-marah kepadaku yang sontak mengundang perhatian di antara para pejalan kaki yang lalu lalang siang itu. “Korea? Korea? seoul?” ujarku sambil bertepuk tangan, akhirnya setelah memikirkan beberapa kemungkinan tentang bahasa yang kau gunakan aku mendapat satu jawaban yang pasti benar. Tapi kau sama sekali tak menghiraukan perkataanku justru mengibaskan tangan lalu berlalu menyusuri trotoar yang sangat panas tanpa alas kaki.
Sesekali aku tertawa lucu melihat tingkahmu yang kala itu nampak seperti sedang bermain gaplek, tak bisa terbayangkan olehku betapa menderita kakimu itu. “Hufht…” aku menghela napas panjang sambil sesekali menyeka keringat yang mengerumuni dahiku. Sepanjang perjalanan aku senyum-senyum sendiri mengingat kejadian barusan, aku tak habis pikir kenapa ada orang gila setampan itu? rumah sakit mana lagi yang telah kehilangan pasiennya? heh.
“Astaga!” aku berbalik dan melihatmu kembali, kau berlari tak karuan dengan anjing hitam besar di belakang yang mengejarmu sambil terus melolong. Aku bisa melihat kau berusaha mengingatkanku dengan melambaikan tangan agar lari atau mungkin menyingkir dan tidak menghalangi jalanmu di trotoar yang kecil ini, tapi kejadian itu terlalu cepat hingga aku bingung harus melakukan apa, sampai kau yang ku pikir pasien rumah sakit jiwa meraih tanganku dan membawaku lari bersamamu. Anjing hitam itu semakin dekat aku berusaha menyadarkan diri sendiri agar melakukan sesuatu.
Tanpa berpikir panjang di persimpangan saat lampu lalu lintas masih berwarna hijau aku membawamu lari menerobos. Sebagian pengemudi berhenti mendadak dan mengumpat kita, masa bodoh! Pikirku aku terus berlari kini giliranku menjadi penunjuk jalan menyusuri lorong hingga gang sempit yang bahkan lebih kecil dari trotoar tadi, langkah kita terhenti saat tak ada lagi yang bisa dilalui alias jalan buntu. Tangan kita sudah tak bergandengan lagi. Aku merukuk memegang kedua lututku yang terasa bergetar berusaha mengatur napas dan detak jantung yang lebih cepat dari biasanya. Seumur hidup baru tadi aku lari secepat itu.
“Kau… kau melepaskan seorang pencuri, dasar gadis bodoh!” ujarmu terengah-engah.
Ku pikir kau tak tahu bahasa Indonesia karena tadi memarahiku dengan bahasa yang sama sekali tak ku pahami.
“Pencuri yang mana?”
“Pencuri yang menumpahkan es krimmu! Kau tidak lihat aku sedang mengejarnya? kalau saja kau sedikit lebih pintar tentunya aku tidak akan kehilangan dompet dan dikejar anjing hanya karena tidak memakai alas kaki dan mengendap-endap. Aishh.. huh!! “omelmu yang kini menggosok gosok telapak kaki.
“Maaf,” hanya kata itu yang bisa ku ucapkan tak mungkin aku mengulang waktu yang telah berlalu dan mengembalikkan dompetmu.
“Aish… kau ini! kau tidak tahu siapa aku?” kau berteriak padaku, apa yang ku pikirkan saat itu hanyalah pasien rumah sakit jiwa tampan yang kehilangan dompet, berlari di tengah teriknya matahari tanpa alas kaki.
“Aku Kim ja won, rappernya x-cool kau pasti tahu kan? Atau jangan-jangan waktu konser kau datang?” kau antusias memperkenalkan diri sambil bergaya layaknya disk jokey memutar memutarkan tangan. Aku tertegun. X-cool? tentu saja aku tahu di sekolahan semua siswa membicarakannya bahkan wajah kelima personilnya menjadi headline di mading, tapi sayang waktu itu aku bukan salah satu fansnya, aku masih lebih suka dengan band dalam negeri yang liriknya bisa dengan mudah ku pahami.
“Heh kau pasti tahu kan?” kau tertawa puas hingga matamu yang sipit tertutup, karena ragu aku meraih smartphone-ku dari dalam saku baju dan segera mengetik Kim ja won rapper x-cool, dan benar lagi semua foto-fotomu langsung tampil di layar dengan berbagai pose lengkap dengan ringkasan cerita mengenai riwayat hidupmu.
“Ibumu orang Indonesia? Pantas saja bahasa indonesiamu lancar!” tanyaku yang masih tertegun tak percaya dengan apa yang ku lihat, Kim ja won dengan keringat di sekujur tubuhnya dan tanpa alas kaki.
“Yes..” jawabmu singkat, karena kasihan aku mengambil sepasang sepatu dari dalam ranselku, untungnya tadi ada pelajaran olah raga jadi aku membawa sepasang sepatu olah raga meski aku tak yakin ukurannya akan pas. “kau beruntung bisa membantuku, aku pasti membalasnya tunggu sampai pihak managementku datang.” Sombong sekali! sahutku pelan agar kau tak mendengarnya bukannya kau yang beruntung bisa ku tolong?
“Boleh ku pinjam?” pintamu menunjuk smartphone yang ada di genggamanku, aku segera memberikannya lalu kau mengetik-ngetik dan merapatkan hp itu di telinga, tak begitu lama kau berbicara dengan bahasa korea yang tentu saja tak ku mengerti, kau terlihat mengangguk-nganggukkan kepala, sepertinya lawan bicaramu sedang memarahimu. Begitu selesai kau memandangi lama smartphone-ku dan berujar sambil tertawa.
“Namamu Eliana?” aku baru ingat kalau walpapernya adalah fotoku dan ku tulisi kata “my name is Eliana”. Aku cepat meraih hp-ku dari tanganmu, bukannya mengucapkan terima kasih malah menertawakan fotoku lagi pula tak ada yang lucu dengan fotoku, karena itu adalah foto terbaik yang ku miliki. “sekali ini saja, antarkan aku ke jalan utama karena managerku sudah menunggu di sana.” pintamu lagi, tentu saja aku tak menolak, tak bisa ku pungkiri saat itu ada rasa bahagia yang menghampiriku aku sudah tak sabar menceritakannya pada teman-temanku di sekolah. Sesampainya di jalan utama kau sedikit merukuk, aku pun mengikutinya dengan canggung.
“Eliana terima kasih, aku tak biasa memuji orang tapi bagiku kau baik dan memiliki mata yang indah kau tahu di negaraku butuh jutaan won agar mendapatkan mata sepertimu. Annyeonghi Kyeseyo,” teringat jelas kata terakhir yang kau ucapkan padaku, namun aku tak begitu menyimak aku justru mengalihkan pandangan ke seberang jalan utama seseorang telah menarik perhatianku, seseorang yang mengambil dompetmu dan telah menjatuhkan es krimku. Mungkin ini kesempatan terakhir bagiku untuk berbuat baik kepadamu sebelum kau kembali ke korea, tanpa pikir panjang aku berlari membaur di tengah puncak keramaian lalu lintas, ku pikir kali ini bisa meloloskan diri dengan mudah karena aku sudah mencobanya bersama Kim ja won tadi.
Tapi aku salah, semua tak berjalan semudah pikiranku sebuah mini bus tak bisa memfungsikan remnya dengan baik karena kehadiranku yang terlalu mendadak baginya, aku terhempas sangat jauh, namun masih ku lihat Kim ja won yang berlari kecil menjauhi badan jalan. Ukiran cerita singkatku yang membentuk sebuah prasasti kokoh di dalam hati itu, hanya bisa ku simpan sendiri, siapa yang akan percaya kalau pada hari aku kehilangan kemampuan berjalanku aku bertemu dengan penyanyi top Kim ja won, mereka yang mendengarnya mungkin akan beranggapan kalau itu sebagian khayalan yang mungkin menyebabkan kecelakaanku heh.
Seperti hari itu, cerita hari ini juga telah berakhir saat seluruh personil x-cool mengucapkan, “Annyeonghi Kyeseyo” aku kembali berjalan tertatih dengan kedua tongkat di selangkanganku menyusuri ramainya suasana malam ibukota, satu keuntungan yang ku dapat dari keadaanku setidaknya aku tak perlu takut dengan gangguan preman meski harus pulang larut.
“Eliana sshi…”
“Elianassi?” gumamku perlahan dengan sedikit keraguan aku membalikkan badan.
Siapa yang memanggilku seperti itu? atau mungkin bukan aku? karena terlanjur balik tak ada salahnya mencari tahu.
Aku merasa pernah melihatnya, kejadian ini seperti sudah terjadi sebelumnya dan aku yakin ini bukan dejavu. Aku menelan ludah saat sosok yang tadi berlari kini berdiri tepat di hadapanku, aku mengenal suara ngos -ngosan itu “Kkim ja won” gumamku dengan bibir bergetar, masih dengan napas yang belum stabil kedua tangannya merangkul tubuh kecilku yang memang mengalami penurunan berat setelah kecelakaan itu, tongkatku terjatuh aku berdiri ditopang tubuh ja won.
“Eliana sshi. Kenapa kau pergi begitu saja tanpa menemuiku? Apa kau tahu aku berusaha mencarimu? apa kau tahu bagaimana aku menjalani hidupku dengan beban dosa yang sangat besar di pundakku? Aku merasa seperti kura-kura yang selalu berlindung di dalam cangkangnya. Hari ini aku menemukanmu, ku mohon jangan lari lagi, berhenti membuatku serasa ingin gila setengah mati, dan jangan maafkan aku Eliana sshi aku ingin meminta maaf tapi ku mohon kau jangan memaafkanku, jangan pernah memaafkan aku, biarkan saja aku selamanya menjadi kura-kura yang selalu sembunyi aku akan menjalaninya sebagai hukuman yang tak termaafkan.” bisa ku rasakan bulir air matamu membasahi bahuku.
“Kim ja won. Siapa yang bilang aku menghukummu? Aku sudah cukup bahagia kau mengingatku, hanya itu yang bisa ku harapkan sekarang sebagai seorang fans.” Aku menengadah ke langit tersenyum pada hamparan bintang, dan berujar, “Kalian saksi kisahku pada hari ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar