animasi-bergerak-selamat-datang-0112

Minggu, 03 April 2016

Sampai Jumpa

Tiada hari tanpa pergi ke kedai, sebuah tempat menjadi awal pertemuanku dengannya. Dimana kami telah menghabiskan waktu kami di sana hanya untuk berbagi cerita dan bersenda gurau. Cukup lama sudah kami berkenal. Lewat perkenalan di luar kedai tanpa adanya perencanaan. Walaupun sudah lama bertemu, tetapi kami berkenal setelah lamanya bertemu. Saat itu, setelah pulang sekolah aku berniat untuk berkunjung ke kedai yang tidak jauh dari sekolahku.
Namun, tiba-tiba hujan turun membasahi bumi. Spontan, aku langsung berlari ke arah kedai itu yang tinggal berjarak beberapa langkah lagi. Begitu sampai di sana, kebetulan ada seseorang yang juga tengah berlari untuk berteduh. Ku lihat dirinya seorang siswa SMA. Beberapa saat setelah aku membersihkan bajuku yang sedikit kotor, aku pun masuk ke dalam kedai itu. Dan ternyata orang tadi juga masuk ke dalam.
Berhari-hari sudah, hampir tiap hari aku berkunjung ke kedai itu. Dan hampir tiap hari pula aku bertemu dengan orang itu. Entah ini hanya sebuah kebetulan atau takdir, aku tak tahu. Dan juga, tiap kali ke sana, kami selalu hampir datang bersamaan. Hingga pada suatu hari, saat aku berjalan menuju pulang ke rumah, namun tiba-tiba ada orang menabrakku. Terlihat banyak buku yang berjatuhan ku tahu itu pasti milik orang yang menabrakku. Dengan sigap, aku membantunya membereskan bukunya.
Begitu selesai, dia berterima kasih padaku dan segera berlalu. Aku coba melihat sosok orang itu. Ternyata dia adalah orang yang sering ku lihat di kedai. Ya, benar, orang itu aku tidak salah. Lalu, terlintas di pikiranku untuk menanyakan namanya. Segera aku sedikit berlari ke arahnya untuk mengejarnya. Ku tepuk pundaknya, dia pun memberhentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya.
“Apa kau benar orang yang sering berkunjung ke kedai itu?” Ku kumpulkan seluruh keberanianku untuk bertanya sambil menunjuk kedai yang tak jauh dari kami.
“Iya benar. Ada apa, ya?” Tanyanya bingung.
“Oh. Tidak. Aku hanya memastikan saja.” Jawabku dengan rasa gugup. “Apa kau akan pergi ke sana?” Tanyaku lagi.
“Iya.” Jawabnya singkat.
“Apa aku boleh ikut bersamamu?” Tanyaku sedikit ragu.
“Kenapa tidak? Ayo. Lagi pula kita kan sering ke sana.” Jawabnya membuatku sedikit terkejut, tak menyangka atas jawabannya itu.
Setiba di sana, awalnya kami hanya diam saja tidak ada salah satu dari kami yang berbicara. Hingga pesanan kami telah datang, aku pun meminum minumanku.
“Aku sering melihatmu di sini, apa kamu pecinta kopi?” Ia membuka pembicaraan.
“Sebenarnya aku tidak begitu suka kopi, hanya saja aku menyukai tempat ini. Di sini dapat menghilangkan stresku setelah seharian belajar di sekolah.” Ucapku sambil merilekskan tubuhku di sandaran kursi. “Kalau kamu gimana?” Tanyaku balik.
“Aku suka tempat ini karena minuman kopi di sini sangat enak dan juga banyak varian rasa.” Ungkapnya penuh semangat. Kami pun semakin terhanyut dalam pembicaraan kami.

Hari-hari pun berlalu, aku dan dia jadi sering berkunjung ke kedai itu bersama. Kami sering berbagi cerita di sana. Tak hanya di kedai itu. Sesekali kami pergi jalan-jalan ke tempat lain. Terkadang kami pergi ke sebuah tempat yang dilalui perlintasan kerta, di mana tempat itu sangat indah pemandangannya, apalagi dapat sambil menikmati hangatnya matahari sore. Tempat itu adalah tempat favorit kami. Di sana kami dapat melihat kereta-kereta berlintas. Kala itu, terlihat sebuah kereta lewat, aku jadi membayangkan bila suatu saat nanti bisa pergi ke suatu tempat yang indah bersama seseorang yang berada di sampingku.
Terkadang pula, kami pergi ke sebuah taman dekat bandara. Di sana kami dapat melihat pesawat-pesawat yang silih berganti, ada yang terbang ada pula yang mendarat. Aku memandang ke arah sana terlihat ada salah satu pesawat yang baru saja terbang. Tiba-tiba aku memiliki firasat, kalau seseorang itu sewaktu-waktu akan pergi meninggalkanku ke tempat yang jauh. Entah mengapa aku jadi memikirkan dia, seorang gadis pecinta kopi itu. Sepertinya aku mulai nyaman bersamanya. Dan aku tak ingin berpisah dengannya.
“Lagi mikirin apa?” Aku terkejut, melihat dia telah berdiri di sampingku.
“Aku sedang memikirkan apa aku dapat melihat indahnya dunia dengan naik pesawat.” Bohongku mengatakannya.
“Hyeonsu, coba lihat pesawat itu.” Dia menunjukkan sebuah pesawat yang telah lepas landas, “Gimana ya rasanya naik pesawat?” Sontak, aku menoleh ke arahnya.
“Memangnya kamu belum pernah naik pesawat?” Tanyaku dan dia menjawab dengan menggelengkan kepalanya. “Entahlah, aku juga belum pernah menaikinya.” Jawabku.
“Aku harap suatu saat, aku dapat naik pesawat.” Ku lihat dirinya memohon sambil menatap ke arah langit yang cerah saat itu.
Berbulan-bulan telah terlewati. Kini kami sedang menghadapi ujian akhir sekolah, inilah penentuan bagi kami apakah bisa lulus dan melanjutkan kuliah atau tetap tinggal di bangku sekolah. Akhir-akhir ini kami jadi jarang bertemu karena sibuk belajar. Dan tak terasa hari-hari yang menegangkan telah terlewati hanya tinggal menunggu hasilnya. Usai pulang sekolah, kami berjanjian untuk ketemuan di atap gedung sekolah. Aku segera menuju ke sana, aku tak ingin membuatnya menunggu.
Begitu sampai di sana, ku lihat sosok dirinya tengah berdiri memandangi keindahan kota dengan sebuah earphone terpasang di telinganya. Aku coba untuk sedikit mengganggunya. Aku berjalan ke arahnya pelan-pelan, ku lepaskan earphone itu, dan membisikkan di telinganya, “Coba kamu ambil ini kalau bisa.” Aku pun berlari agar dia tak dapat mengambilnya. Terlihat dirinya berusaha untuk merebutnya dariku. Namun, tanpa sadar tali sepatuku terlepas, akibatnya aku terjatuh dia yang tak bisa menahan tubuhnya juga ikut terjatuh sebab dia bertopang padaku. Tas yang dibawanya juga ikut terjatuh. Isi dari tasnya berhamburan ke luar. Ada sebuah kertas berwarna putih, aku penasaran ku ambil dan ku lihat. Ternyata kertas itu sebuah tiket pesawat. Aku segara bangkit.
“Kamu akan pergi ke mana?” Tanyaku sedikit meninggikan suaraku. Aku menatapnya menantikan jawabannya. Tapi, dia malah diam saja tanpa ada balasan. Cukup lama dia diam. Dia tak membalas pertanyaanku dan langsung pergi meninggalkanku begitu saja. Oh ya Tuhan, kenapa bisa firasatku benar. Kini, dia jarang menemuiku lagi setelah aku mengetahui tiketnya. Aku tak mengerti kenapa dia langsung pergi meninggalkanku tanpa adanya penjelasan.
‘Berhenti sejenak, jika kita menjaga hubungan ini, kita tidak akan pernah bertemu lagi setelah kau berangkat naik pesawat itu. Aku akan baik, kau juga akan lebih baik. Jika kau mengatakan itu dan pergi, kau pikir aku akan baik-baik saja?’

31 Juni, inilah hari H-nya. Sampai saat ini aku tak menghubunginya dia pun juga tak ada menghubungiku. Kami tidak lagi pernah bertemu setelah aku mengetahui tiket itu. Sial, kenapa juga aku harus tahu, kalau begini aku tak dapat bertemu dengannya lagi. Sungguh, tak ada niatan sama sekali untuk menyusulnya. Aku masih terdiam diri di kamar, dengan sebuah jam di genggaman. Aku mengharapkan agar waktu dapat terulang kembali. Tak lama, jam berdenting cukup keras, menunjukkan waktu pukul 09.00 pagi. Entah dapat dorongan dari mana, tubuhku seperti ada yang menarik untuk pergi ke bandara. Saking kuatnya tarikan itu, hingga membuatku berlari agar sempat untuk melihatnya terakhir kali.
Sesampai di sana, aku tak melihat sosok dirinya. Aku berusaha mencarinya sampai ke sudut-sudut yang ada, sampai tenagaku pun habis aku terus mencarinya. Aku frustasi, aku menyerah, aku tetap tak menemukannya. Hingga terdengar suara pemberitahuan bahwa pesawat tujuan Seoul, Korea Selatan telah lepas landas. Terdengar juga suara pesawat. Menunjukkan kalau suara pesawat itu tanda perpisahan kami.
“Haneul, sampai jumpa….”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar