animasi-bergerak-selamat-datang-0112

Minggu, 03 April 2016

A Broken Glass


Matahari mulai mencium bumi bagian tengah dengan sinar ultra violet yang selalu mengiringinya dalam setiap sorot cahaya yang dia sorotkan ke arah bumi. Sayang sekali, sepertinya sang mentari terlalu bersemangat menyentuhkan cahaya menyilaukannya ke arah bumi, seolah ingin menunjukkan bahwa ialah sang pusat tata surya yang sebenarnya. Tentu saja. Aku yakin semua orang tahu bahwa hanya dia pusat cahaya dan tata surya di galaksi bima sakti ini.
Semangat sang mentari ternyata berpengaruh juga kepada panas bumi dan riuh keadaan di beberapa kafe, ya asal kalian tahu. Semua orang pasti akan berteduh, berlindung dari panas yang menyengat, ya terlebih para wanita dengan pakaian mereka yang pendek, alih-alih membuat badannya menjadi sejuk justru malah membuat badan mereka secara tak langsung menghitam. Tapi tidak dengan seorang gadis yang tampak tekun mengelap meja marmer.
Setelan yang ia kenakan sederhana saja hanya sebuah skinny jeans dan baju polo shirt berwarna putih yang ditutupi oleh celemek kotor berwarna biru navy. Senyum si gadis sesekali terbit melihat hasil kerjanya yang menawan, dan meja yang semakin memantulkan bayangan dengan senyum simpul itu. Si gadis lagi lagi mengembangkan senyumnya sambil terus bersenandung kecil, tidak jelas lagu yang ia senandungkan, hanya seperti nada tanpa lirik.
Semakin mengilap meja itu, maka si gadis berdiri tegak memandang hasil kerjanya. Sebelum dua buah telapak tangan besar menutupi mata bulan setengahnya. Tanpa adegan terkejut, gadis itu hanya menepuk bagian bawah tangan yang menutupi matanya seraya berujar, “ayolah telinga peri jangan kekanak-kanakan..” Pemuda di belakang sana mendesah kecewa, sepertinya ia harus mencari cara lain untuk mengejutkan si gadis tukang bersih-bersih. Yah mau tak mau ia harus melepaskan tangannya sambil tersenyum kecut.
“Hai, Runa.”
Sebenarnya kalau Runa boleh jujur pemuda ini tampan, sayangnya idiot. Lihat saja cengiran yang menyebalkan itu, sungguh jika ada waktu ingin sekali rasanya melemparkan senyum itu ke antartika. Memangnya tak bisa ya kalau si pemuda tidak menunjukkan senyum selebar itu?
“tidak mau mempersilakan duduk?”
Runa menaikan sebelah alisnya dengan jenuh. Sungguh bila pria ini bukan temannya akan ia pukul dengan botol cairan pembersih. “tempat duduk hanya untuk mereka yang membayar. Park.”
Kadang Runa suka bingung apa ini yang namanya teman? Sebegini sengsaranyakah memiliki teman? Sungguh, si Park Chanyeol ini adalah teman paling aneh yang pernah Runa temui, paling aneh dan paling menguras ketabahan imannya, bukan apa-apa sih.
Tahukah kalian ada orang yang mau memakan pisang panggang dengan nasi dan kecap. Dan orang itu adalah Chanyeol. Seberapa aneh dia? Kalau kau tanyakan itu Runa bisa menjawab 100 lembar lebih di kertas hvs ukuran F1. Seperti saat mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas saat Runa dan Chanyeol satu sekolah, satu kelas, satu meja selama 3 tahun berturut turut -sungguh itu adalah masa masa kelam untuk Runa.
Sepertinya itu adalah puncak kegilaan Chanyeol, dia adalah satu satunya murid yang berani menggoda kepala sekolah mereka yang memiliki jumlah keriput sama dengan jumlah rambutnya. Ya sepertinya bukan hanya itu, dia juga satu-satunya murid yang sepertinya selalu dikejar kejar oleh stiletto guru konseling yang sering ia goda. Bukan hanya digoda bahkan meminta nomor ponsel guru itu.
Jangan tanya jika ia sedang mengupil hasil galiannya akan ia lap di rok para gadis. Bahkan ia terlampau sering masuk toilet siswi wanita dan selalu menerima gulungan tisu dan lengking teriakan, bahkan selama Chanyeol bersekolah di sana selalu ada warning, “Park Chanyeol jangan ganggu kami!! Dasar tiang listrik kep*rat!!” warning itu adalah karya Runa, tentu saja beberapa kata terakhir adalah inisiatifnya sendiri. Oh sungguh jangan ingatkan Runa soal itu. Karena setelah ia membuat warning tersebut rambutnya sudah tak berbentuk karena diacak-acak oleh Chanyeol yang murka.
Lelaki itu kembali merengut kala Runa mengingatkannya mengenai hutang-hutang yang ia miliki. Runa hanya tersenyum aneh. “Sudahlah duduk saja, bagaimana menurutmu kilapnya?” Runa memang selalu membuka topik terlebih dahulu, dan Chanyeol hanya memandangi meja dengan seksama berlagak menjadi seorang pakar (memang pakar macam apa yang memperhatikan kilap meja?) sebelum akhirnya mengangguk setuju.
“kau bekerja bagus nona, gajimu akan ku tambah beberapa won, teruskan kerja bagusmu..” Runa sumringah, seolah tak percaya perkara meja pun bahkan bisa menambah gajinya. Dewi fortuna pasti sedang tersenyum padanya ah salah pasti sang dewi terbahak-bahak padanya.
“gajiku yang sebelumnya saja masih kurang 87,000 Won Park.” pemuda itu meringis.
Chanyeol ya? Saat ini dia adalah Bos Runa, sepertinya menguntungkan saja ia memiliki bos teman sendiri seperti itu. Ya tak seberapa menguntungkan sih. Bayangkan saja, setiap bertemu tak ada hal lain yang akan ia bicarakan selain ‘wanita’ pemuda itu sungguh adalah playboy dengan label terbaik, kadang Runa berpikir betapa beruntungnya ia pernah menolak lelaki dengan sejuta karisma itu. Dan tenggelam dalam indahnya persahabatan bersama lelaki ini.
“jadi hari ini tentang siapa huh? Jung Jina? Olive lee? Lilian Nam? Song Mari? Na haneun? Baek Chaek? Park Hyemi? oh iya hyemi ku dengar terakhir kau berkencan dengannya? Oh, atau justru Ibumu? Dia wanita juga kan, Ibumu itu, wanita kan?” Runa hanya mengerutkan keningnya, mencoba bersikap sebiasa mungkin di depan bos playboy itu. Sebersit tawa mengudara dari celah bibir Chanyeol, tipis saja, hanya untuk sesuatu yang tidak ada lucu-lucunya.
“tidak, ini hanya soal si Seungmin tetanggaku, dan oh ya apa harus kau sebutkan nama semua mantanku?”
Runa terkikik geli, setiap membicarakan soal Jung Seung min telinga peri sahabatnya selalu semerah red wine rioja khas spanyol itu, tahu kan? Dan begitu pun sekarang. Jung seung min adalah tetangga Chanyeol dan juga tetangga Runa, rumah mereka -Chanyeol dan Runa. Berseberangan. Bahkan Runa terkadang sebal, sepertinya dunia ini hanya berisi Chanyeol dan kloning-kloningnya saja -ya Runa berpikir Chanyeol dapat dikloning seperti anjing hyun jin tetangganya.
“habisnya, kau kan pemangsa wanita Chanyeol. Oh iya Jung seung min? si gadis dengan surai sewarna matahari terbit itu kan? Kau mengincarnya? Jangan gila Park…”
Chanyeol mengacak rambut sang sahabat dengan gemas. Kadang gadis ini sama sekali tak memiliki sikap jaim sedikit pun. Atau memang Runa diciptakan tanpa rasa jaim dan malu. Oh tunggu, tentu saja Runa punya malu, sekarang saja ia memakai baju yang jauh lebih tertutup dari gadis-gadis seusianya.
“hei memang kau kira gadis-gadis seperti makanan cepat saji? Goreng saja lalu kau nikmati. Aku tidak mengincarnya hanya saja sepertinya dia membuatku… tertarik..”
Runa menunjukkan wajah kesalnya jadi memangnya mengincar dan tertarik bukan satu kesatuan? Jadi dia berusaha menggapai tubuh jangkung Chanyeol dengan tangannya yang pendek. Tentu saja Chanyeol akan mengelak, ia sudah terlanjur menyukai hair do miliknya. Karena pasti yang diincar Runa adalah rambut klimis berpoles minyak rambut yang selama setengah jam ini ia sisir agar tampil semenarik mungkin.
“ya mungkin menurutmu begitu. Lalu apa bedanya itu Bodoh?”
“ah Sudahlah. Mau ikut aku tidak?”
“pekerjaanku masih banyak bos.”
“itu bisa kau selesaikan nanti.”
Ya, kadang kadang Chanyeol tidak punya sopan santun juga. Kadang ia masuk rumah orang tanpa izin. Kadang ia memeluk orang tanpa berbicara dahulu. Kadang ia menggesekkan hidungnya dengan hidung orang lain tanpa permisi. Dan kadang ia menarik orang untuk memaksanya ikut tanpa bertanya, seperti senang sekali membuat orang lain tersiksa oleh sikapnya. Sikap kekanak-kanakan yang tak pernah lepas.
Rasanya Runa ingin sekali melempar si pemuda dari lantai dua gedung ini, lebih tepatnya hanya bibir, celah bibirnya, mulutnya, dan deretan gigi yang sedari tadi tak berhenti bergemeletuk untuk terus mengeluarkan suara-suara barang sebentar saja. Celotehan-celotehan tak henti memekakan kuping Runa, terlebih sepertinya pemuda ini tak tahu sewajar apa volume yang harus dia keluarkan di tempat seramai ini. Bahkan Runa ingin menyumpal kuping dengan menggunakan kapas, sekedar tidak ingin mendengar suara si pria yang tak tahu sopan santun ini. Sudah mengajaknya paksa, menarik lengannya tanpa izin, menyentuh puncak kepalanya tanpa permisi, dan yang paling menyebalkan adalah ia mengejeknya.
“hei Runa. Apa aku baru menyadari kalau kau selalu sependek ini?”
Dengar? Betapa menyebalkannya lelaki jangkung ini, lagi pula memang tinggi badan wanita dan pria bisa dibandingkan? Dan lagi, dia masih lebih tinggi daripada gadis yang dikencani Chanyeol selama ini.
Dan sungguh Runa sudah menuntaskan kalimat itu sejak mereka masih kecil, lima belas tahun berteman rasanya tak ada yang berubah dari diri seorang Park Chanyeol, ya di samping sisi anehnya, dia lumayan punya sisi baik, ya kadang dia bisa menjadi pendengar yang baik. Walau tidak teralu baik juga. Kadang ia bisa menjadi penghibur, dan untuk yang satu ini Runa selalu salut kepada Chanyeol. Tak pernah sekali pun lelaki itu gagal menghiburnya. Ya sepertinya ada gunanya juga punya teman seaneh si Park ini.
Toko buku. Rasanya selalu ini yang mengikat keduanya. Perpustakaan dan toko buku seperti magnet yang mengikat erat kedua orang itu. Apapun yang berhubungan dengan buku, Chanyeol dan Runa selalu merindukan tempat yang penuh buku seperti itu. “ya, kau boleh memilih buku yang kau sukai. Aku yang belikan.”
Runa mengerutkan kening, tak biasanya si aneh itu bertindak sebegini royalnya, ya walau royal Chanyeol tak pernah membelikannya buku. Paling bagus hanya mengajaknya membaca gratis hingga tertidur di toko buku lalu diusir petugas. Atau meminjaminya buku dengan segudang aturan yang sudah ia hafal di luar kepala.
“ada angin apa ini? Apa kau mencoba menyogokku? Atau kau kesurupan?”
Runa meraih kening Chanyeol, pemuda itu hanya terkikik, “oh kau sakit. Badanmu panas, cepatlah pulang, dan lekas sembuh! Istirahat yang banyak ya! Tetaplah hidup!” Rasanya pemuda itu ingin menjitak gadis ini, tapi yang terjadi hanya menyentuh puncak kepala si gadis dengan pelan, lalu mengacaknya kencang, membuat gadis itu sedikit berteriak karena rambut kuncir kudannya jadi berantakan.
“Dasar bodoh! kau bahkan lupa hari ulang tahunmu sendiri.”
Ah iya, benar. Ini ulang tahun Runa. Pantas saja si aneh se-royal itu. Hanya pada ulang tahunnya sajalah ia akan dibelikan buku oleh Chanyeol. Seperti kebiasaan ayahnya. Sayang sekali tuan lee sudah pergi ke langit saat Runa bahkan belum memperkenalkan Chanyeol padanya. Jadi saat Chanyeol mengisi hari ulang tahunnya seperti saat ini, Runa seperti merasa memiliki ayah yang sudah lama tak ia miliki.
Mata bulat beriris coklat muda itu menjadi kemerahan di bagian putihnya. Jelas sekali ia menahan tangisnya. Inilah untungnya punya teman. Kau tak akan pernah merasa sendiri.
“selamat ulang tahun Lee Runa.” Ya Runa memang bukanlah tipe orang yang dengan mudah mengeluarkan air matanya. Namun, sepertinya ia memang tak mau kehilangan lelaki yang tengah ia dekap dengan erat ini. Jadi ia membiarkan liquid bening itu mengalir.
“hei apa ini? Kau mendadak jatuh cinta padaku? Atau apa?”
“hei ini pelukan persahabatan Park, aku menyayangimu.”
Memang terkadang memiliki sahabat baik itu menyenangkan. Tak ada yang lebih menyenangkan daripada menjadi Sepasang sahabat. Runa sudah memutuskan hal itu dengan Chanyeol. Terlarut dalam akrabnya persahabatan itu agaknya memang menjadi pilihan terakhir yang paling indah. Berteman akan selalu lebih baik daripada menjadi gelas yang hancur di tepi meja karena tidak memiliki pegangan. Don’t be a broken glass.
Sahabat hanya akan terlihat saat kau terpuruk. Pilihlah para sahabat sejati jangan keliru.
The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar