animasi-bergerak-selamat-datang-0112

Minggu, 03 April 2016

Nerd (Part 2)

Matahari semakin turun, daun-daun kering jatuh dan entah terbang ke mana tertiup angin. Sekarang aku berada di lapangan basket di depan sekolah yang biasanya dipakai umum. Walaupun ini umum, karena sebentar lagi musim dingin, jadi wajar saja banyak orang yang lebih memilih menghabiskan waktu di rumah. Aku merapatkan jaketku, Chanyeol sama sekali belum terlihat sejak tadi. Aku tidak mungkin kembali, setelah ini aku berencana langsung pergi ke tempat latihan. Aku duduk di bawah pohon cherry yang menghadap ke jalanan, mataku menelisik jumlah mobil yang lewat dari kanan ke kiri.
“Kyungsoo hyung! Kau tidak latihan?” seseorang menepuk pundakku, aku menoleh. Itu Jongin dan Sehun, mereka adalah anggota grup debutku.
“Aku sedang menunggu seseorang di sini.” kataku sambil menunjuk jalanan yang mulai sepi.
“eung.. Baiklah, kau tidak boleh terlambat hyung. Kau itu visual.” ucap Sehun sambil terkekeh.
“maksudmu calon!” kata Jongin membenarkan. Aku tertawa dan memukulnya pelan, namun gagal karena dia menghindar.
“Sudahlah, kalian pergi saja duluan aku menyusul.” kataku.
Sehun mendekatkan wajahnya ke telingaku dan berbisik, “Hyung, kalau mau berkencan dan tidak ingin kami ganggu bilang saja!” aku berdiri dan nyaris melempar barang yang ada di sekitarku sesaat ku sadari bahwa Sehun dan Jongin sudah melarikan diri sangat cepat. Aku tertawa. Tanpa menyadari ada seseorang di belakangku.
“sudah puas?” suara dengan nada rendah yang sangat ku kenali itu membuat tenggorokanku terasa kering. Perlahan aku menoleh ke belakang, Park Chanyeol dan dua orang anak buahnya, Woohyun dan Hoya.
“aku sudah terlalu bosan menghadapimu. Kenapa kau selalu membuat masalah denganku?!” keluhnya, aku tau dia sedang memilih hukuman apa yang tepat untukku sekarang.
“Hyung, bisakah kau memberinya pelajaran. Setelah ini aku ada janji dengan Gayoung.” ucap Chanyeol kepada Woohyun, seperti sudah menyerah terhadapku. “Lagi pula dia terlalu bodoh! setelah diberi pelajaran dia akan mengulanginya lagi.” tambahnya.
“Baiklah, aku juga ingin bersenang-senang.” jawab Woohyun dengan wajah liciknya. Chanyeol lalu memukul kepalaku dengan keras sebelum pergi, aku hanya bisa mengaduh tanpa perlawanan.
“Ayo kita mulai, hyung!” Hoya mendekatiku dan mengunci tubuhku dari belakang, sementara Woohyun yang akan memukulku.
“Tunggu!!” kataku sebelumnya, “Bukankah kalian latihan malam ini?!” aku memejamkan mataku, bersiap untuk menerima hal buruk sekali pun, tapi tidak ada reaksi.
“Dari mana kau tahu?” kata Hoya masih mengunciku dengan kencang. “S-sepatu.” kataku sambil terbata-bata karena aku kesusahan bernapas. Woohyun mengisyaratkan Hoya untuk melepaskanku, dan dalam detik itu juga aku bisa bernapas dengan normal kembali.
“Sepatu?” tanya Woohyun tertarik.
“Bukankah itu sepatu anggota Trainee dari Woolim Entertiment? Tempat kalian berlatih?” ungkapku penuh keyakinan.
Sepatu mereka memang berbeda dari yang lainnya dari pertama kali aku lihat. Sepatu mereka sangat mirip dengan sepatu salah satu anggota grup debutku yang pernah di Training di Woolom Ent yang bernama Min Seok hyung. Dia selalu bercerita tentang pengalamannya di Training termasuk tentang sepatu itu.
“Kau?” Hoya menunjuk tepat kearahku dan bermaksud meremehkanku. “Dari mana kau tahu?”
“Tadi pagi aku melihat kalian di toilet sekolah.” pernyataan ini cukup membuat mereka terdiam. “Ku rasa noda merah yang tertinggal di sepatu kalian itu bukan darah. Dan.. Woohyun hyung, ku rasa tadi kau belum memastikan cat yang ada di tanganmu sudah kering atau belum namun kau terlanjur memukulkannya ke kepalaku. Dan itu berbekas.” ungkapku sambil memperlihatkan warna merah yang kontras di rambut cokelatku.
“Bukankah it…” BUGH! Woohyun Memukul bagian pipi kananku dengan tinjunya dengan keras sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Aku terhempas ke tanah, tak berapa lama ku rasakan cairan kental perlahan turun dari bibirku. Berdarah.
“Kau!! Jangan berbicara tentang hal itu lagi!! Jangan pernah!!” ancam Woohyun dengan menekankan setiap kata yang dia ucapkan, lalu berbalik pergi. Hoya menendang kepalaku beberapa kali hingga aku benar-benar merasa tidak bisa berdiri lagi. Kompak mereka langsung menjauh dan membiarkanku terbaring di lapangan yang semakin dingin ini. Darah semakin deras mengalir dari bibirku.
“Kyungsoo, kau baik-baik saja?” Pengelihatanku memudar, kepalaku berdenyut kencang. Aku melihat sesosok bayangan mendekatiku, bayangan yang sangat familiar di ingatanku beberapa tahun lalu. Aku berusaha untuk mengeluarkan suara namun tertahan di tenggorokan.
“L-luhan Hyung? K-kaukah itu?”
Seketika semuanya gelap berbintang.

Malam ini hujan. Ternyata cuaca yang ia kira akan cerah selalu ternyata tidak berpihak kepadanya, hujan yang cukup deras membuat Gayoung sementara tidak bisa pulang ke rumahnya tepat waktu. Chanyeol yang merasa bersalah itu pun menawarkan untuk menghangatkan diri di suatu kafe untuk berteduh dari lebatnya air yang menjatuhi bumi. Gayoung mengangguk. Acara kencan yang awalnya ingin dilakukan di taman hiburan pun batal walaupun sudah bermain satu permainan. Dan menaiki bianglala yang romantis dengan suasana yang hangat pun akhirnya batal total.
Salah satu cafe yang sederhana dipilihnya. Hiasan-hiasan berwarna cokelat membuatnya tampak hangat, dikelilingi dengan bunga-bunga berwarna putih yang membuat tempat ini semakin terlihat kedamaian.
Chanyeol memutuskan untuk duduk pintu masuk yang memiliki jendela besar, view dari pemandangan ini sudah jelas menjadi penyebabnya, tetesan hujan yang mengenai kaca dan embun yang menempel di dalam. Gayoung duduk di hadapannya, mereka berdua membisu, sibuk dengan pikiran masing-masing. “Chanyeol oppa.” ucap Gayoung memulai percakapan, ia menggosok-gosokkan kedua tangannya, selain faktor dingin, dia juga ingin membicarakan suatu hal yang sudah lama ingin dia ketahui dan mungkin inilah momen yang tepat.
“Ne.” Chanyeol menoleh sambil tersenyum, kegugupan Gayoung melihat tingkah Chanyeol yang ramah kepadanya itu mulai menjadi-jadi.
“Aku ingin bertanya satu hal, oppa.” Chanyeol tidak menjawab, ia terus memperhatikan, berharap Gayoung langsung mengutarakan pertannyaannya dalam satu tarikan napas.
“Bukankah kita telah saling mengenal sudah sangat lama?” Chanyeol menatap Gayoung bingung, ini adalah pertanyaan yang klise karena pertanyaan ini tidak perlu dijawab.
“Kau sudah tahu hal itu.” jawab Chanyeol sambil tertawa. Lalu membuka lembar menu yang tersedia, ia memilih Coffielatte.
Gayoung ingin berbicara namun tertahan karena Chanyeol bertanya tentang menu pilihannya. Gayoung memilih Strawberry milkshake. Setelah itu Chanyeol bangkit dan memesan. Gayoung merapikan duduknya, ia benar-benar gugup. Chanyeol memang baik padanya setelah menjalin hubungan hampir seumur jagung. Tapi ini bukan pertanyaan biasa, ini menyangkut keluarga Chanyeol. Jongdae. Gayoung takut ia akan menjadi Jongdae kedua. Chanyeol kembali dengan membawa senampan yang dipesan sambil tersenyum. Gayoung membalasnya. Ia mengaduk-aduk milkshakenya, walaupun milkshake adalah kesukaannya, tapi ini sama sekali bukan momen yang tepat.
“Kau sakit?” tangan besar Chanyeol menyentuh dahi Gayoung untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja.
Gayoung menggeleng sambil tersenyum, “Aku baik-baik saja.” jawabnya. Mungkin ini saat yang tepat.
“Chanyeol oppa, aku ingin bertanya satu hal.” Gayoung memantapkan niatnya, ia menatap Chanyeol gugup.
“Apa yang terjadi pada keluargamu?” akhirnya pertanyaan itu terlontar setelah selama ini ia pendam.
Tapi itu pertayaan yang wajar, tahun pertama ia berkenalan dengan Chanyeol dia adalah anak yang baik dan punya banyak teman. Namun, setelah Gayoung mendengar keluarga Chanyeol terlibat masalah. Chanyeol berubah, ia menjadi arogan, selalu menyalahkan orang lain dan sekarang ia berkumpul dengan Woohyun dan Hoya yang notabene adalah anak yang nakal. Chanyeol tertawa pahit, “Mereka melarangku berteman dengan anak bodoh.” prolog yang buruk, Gayoung tahu ke mana pembicaraan ini akan berakhir.
“Mereka memaksaku belajar semenjak aku masih berusia kanak-kanak, aku kehilangan masa kecilku. Tapi aku punya dua orang sahabat yang sangat dekat denganku, kita sering bernyanyi, bermain, bahkan tertawa bersama.” Chanyeol tertawa hambar. “Dan sudah ku duga kamu tidak akan menyukai akhir ceritaku ini.” Gayoung menunduk. Ia malu sekali, bisa dipastikan pipinya sudah sangat memerah.
“Ya… jangan begitu, bangkit dan bayarlah minuman ini, aku mentraktirmu.” Chanyeol tersenyum dan menyerahkan dompetnya ke arah Gayoung. Masih bisakah Chanyeol tersenyum saat semua orang menganggapnya buruk dan mencapnya tidak baik. Sungguh munafik, tapi itulah Chanyeol. Ia tidak ingin siapa pun tahu ia terluka. Tapi dengan cara yang salah.
Gayong membuka dompet Chanyeol saat sudah berada di depan outlet untuk membayar. Menunggu kasir selesai menghitung semuanya adalah hal yang membosankan, ia lalu memperhatikan dompet Chanyeol yang berwarna cokelat kulit dengan merek Gucci di sampingnya, design yang sangat sederhana untuk Chanyeol tapi terlihat elegan. Terdapat beberapa kartu atm dan sebuah foto yang sudah terlihat sangat tua dan nyaris robek.
Ini Chanyeol dan kedua sahabatnya, tidak aneh. Saat itu Chanyeol masih memakai kacamata dan dandanannya terlihat sangat buruk seperti anak yang dipaksa belajar, Chanyeol mengakui kalau dia dahulu adalah seorang nerd. Berkebalikan dengan Chanyeol, anak kecil di sebelahnya terlihat cantik walaupun dia seorang laki-laki. Wajahnya sangat berbeda terlihat sekali garis keturunan cina yang melekat kuat.
Dan seorang anak di sebelah Chanyeol menurutnya adalah yang paling tampan, bahkan Gayoung berpikir anak ini adalah ulzzang kid karena pakaiannya yang stylish. Tapi semakin lama Gayoung memperhatikan, ada sesuatu yang familiar di diri anak laki-laki stylish ini. Posturnya. Matanya. Wajahnya. Dan.. astaga! Gayoung baru menyadari kalau ini adalah..
“Uangnya nona.” Gayoung hampr saja lupa, ia langsung memberikan sejumlah uang pas dan buru-buru pergi dari hadapan kasir. Langit cerah berbintang, Chanyeol menawarkan Gayoung untuk pulang bersama, Gayoung menyanggupinya.
Di perjalanan mereka memutuskan berjalan kaki karena jarak yang lumayan dekat. “Chanyeol oppa, aku minta maaf.”
“Untuk apa?” kata Chanyeol memperhatikan jalan di depannya.
“Aku melihat foto yang berada di dompetmu.” Bulan mulai terlihat, genangan air bekas hujan membuat cipratan-cipratan kecil yang membuat mereka harus menghindar.
“Dan aku ingin bertanya satu hal lagi, oppa.” kata Gayoung gugup, ia selalu gugup ketika berhadapan dengan Chanyeol. “Tanyakan saja.” jawab Chanyeol, ia sibuk bersenandung sebuah lagu yang sama sekali tidak Gayoung kenali siapa artisnya.
“Anak kecil yang berdiri di sebelahmu di foto itu.” Gayoung merendahkan volume suaranya, ini menakutkan, “Apa dia Kyungsoo?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar